Sunday, November 22, 2015

10 Dosa Besar Penghambat Rizqi


Dalam sebuah majelis yang digelar dan ustaz Yusuf Mansur menjadi penceramahnya, beliau mengutarakan bahwa ada 10 dosa besar yang bisa menghambat rezeki. Dosa-dosa tersebut bisa dosa kepada Allah dan bisa juga dosa kepada sesama manusia. Bila anda merasa rezeki anda seret, cobalah identifikasi diri anda apakah anda melakukan salah satu atau beberapa dosa besar yang akan kami kutip satu persatu dari ustaz Yusuf Mansur.

Apa saja dosa-dosa besar tersebut hingga dapat menjadi penghambat turunnya rezeki dari Allah? Silakan indetifikasi diri anda apakah anda pernah melakukan dosa besar yang pernah diuraikan oleh ustaz Yusuf Mansur berikut ini :
10 Dosa Besar

1. Syirik (Menyekutukan Allah)

Syirik adalah dosa besar penghalang rezeki, syirik adalah dosa yang tidak diampuni. Apabila ada orang yang meninggal dalam keadaan masih syirik maka ia akan berada dalam neraka selamanya.

2. Meninggalkan Sholat

Sholat adalah wajib, meninggalkan sholat adalah dosa besar. Ada baiknya anda selalu menjaga sholat anda, sebisa mungkin ditunaikan. Sebaiknya ketika panggilan Allah (azan) berkumandang segeralah penuhi panggilannya, jangan ditunda. Nggak mau juga kan rezekinya ditunda oleh Allah.

3. Durhaka Kepada Orang Tua

Surga ditelapak kaki ibu, durhaka kepada kedua orang tua sama saja menjauhkan diri dari surga. Sekaligus menjauhkan dari rezeki yang halal.

4. Zin4

Bagaimanapun jangan pernah melakukan zin4. Hukuman orang yang berzin4 sangatlah berat dan juga termasuk dari dosa besar.

5. Rizki Haram

Perolehlah rizki dengan cara yang halal, dengan usaha yang halal. Rizki yang diperoleh secara haram bisa memutus rizki halal karena rizki haram adalah termasuk dosa besar penghalang rezeki halal.

6. Minum Khamr

Minuman keras atau khamr merupakan minuman yang memabukkan. Terdapat banyak hal yang mudharat pada khamr ini. Jauhilah khamr karena Allah.

7. Memutus Silaturahim

Memutus silaturahim merupakan hal yang menghalangi rezeki, sebaliknya menyambung silaturahim adalah hal yang mendatangkan rezeki.

8. Menuduh dan Bersaksi Palsu

Hati hati dengan ucapan anda, mulutmu harimaumu. Terkadang mulut susah untuk dikendalikan, tapi cobalah berkata yang baik atau diam.

9. Kikir dan Pelit

Kikir merupakan dosa penghalang rezeki, jauhilah kikir. Sebaliknya dermawan, suka menolong merupakan sikap yang mendatangkan rezeki.

10. Ghibah

Ghibah atau gosip, membicarakan keburukan orang merupakan dosa besar! Awas, ghibah juga bisa dalam acara televisi. (klikpintar-islampos)

Friday, November 20, 2015

MIMPI NABI SHALLALLAHU ‘ALAIHI WASALLAM

 
 
 
Dari Abdul Rahman bin Samurah ra berkata, Nab Muhammad shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda: “Sesungguhnya aku telah mengalami mimpi-mimpi yang menakjubkan pada malam aku sebelum di isra’kan … “
#1-  Aku telah melihat seorang dari umatku telah didatangi oleh malaikat maut untuk mengambil nyawanya, maka malaikat itu terhalang perbuatannya itu oleh KETAATAN DAN KEPATUHANNYA KEPADA KEDUA IBU BAPAKNYA.
#2 – Aku melihat seorang dari umatku telah disediakan azab kubur yang amat menyiksakan, maka ia telah diselamatkan oleh berkah dari WUDHUNYA YANG SEMPURNA.
#3 – Aku melihat seorang dari umatku sedang dikerumuni oleh syaitan-syaitan dan iblis-iblis laknatullah, maka ia diselamatkan oleh berkat DZIKIRNYA YANG TULUS IKHLAS KEPADA ALLAH SUBHAANAHU WA TA’ALA.
#4 – Aku melihat bagaimana umatku diseret dengan rantai yang diperbuat dari api neraka jahanam yang dimasukkan dari mulut dan dikeluarkan rantai tersebut dari duburnya oleh malaikat azhab. Tetapi SHALATNYA YANG KHUSUK DAN TIDAK MENUNJUK-NUNJUK telah melepaskannya dari siksaan itu.
#5 – Aku melihat umatku ditimpa dahaga yang amat berat, setiap kali ia mendatangi satu telaga, dia dihalangi dari meminumnya. Ketika itu datanglah pahala PUASANYA YANG IKHLAS KEPADA ALLAH SUBHAANAHU WA TA’ALA memberi minum hingga ia merasa puas
#6 – Aku melihat umatku mencoba untuk mendekati kumpulan para Nabi yang sedang duduk berkumpul, setiap kali dia datang dia akan diusir, maka menjelmalah MANDI JUNUB DENGAN RUKUN YANG SEMPURNA sambil memimpinnya ke kumpulanku seraya duduk di sebelahku.
#7 – Aku melihat seorang dari umatku berada di dalam keadaan gelap gulita di sekelilingnya, sedangkan ia sendiri dalam keadaan bingung, maka datanglah pahala HAJI DAN UMROHNYA YANG IKHLAS KEPADA ALLAH SUBHAANAHU WA TA’ALA, lalu mengeluarkannya dari kegelapan kepada tempat yang terang benderang.
#8 – Aku melihat umatku coba berbicara dengan golongan orang mukmin, tetapi mereka tidak membalas bicaranya, maka menjelmalah SIFAT SILATURRAHIMNYA DAN TIDAK SUKA BERMUSUH-MUSUHAN SESAMA UMATKU lalu menyeru kepada mereka agar menyambut bicaranya, lalu berbicara mereka dengannya.
#9 – Aku melihat umatku sedang menepis-nepis percikan api ke mukanya. Maka segeralah menjelma pahala SEDEKAHNYA YANG IKHLAS KEPADA ALLAH SUBHAANAHU WA TA’ALA lalu menepis muka dan kepalanya dari bahaya api tersebut
Bersabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam: “Sampaikanlah pesanku kepada umatku yang lain, walaupun dengan sepotong ayat” Subhaanallah.

sumber : 
http://risalahmutiaratauhid.blogspot.co.id/2013/12/mimpi-nabi-shallallahu-alaihi-wassalam.html 

Thursday, November 19, 2015

KEMBALI SATUKAN UKHUWAH ISLAMIYAH



 QS. Al Anbiya : 107 
وَما أَرْسَلْناكَ إِلاَّ رَحْمَةً لِلْعالَمِينَ
“Kami tidak mengutus engkau, Wahai Muhammad, melainkan sebagai rahmat bagi seluruh manusia”

Bukankah Allah telah menyatakan dalam ayat diatas, bahwa Rasulullah dan tentu saja ajaran Islam yang dibawanya adalah RAHMAT BAGI SELURUH MANUSIA, jadi pastilah kalau agama rahmat pastilah agama yg menghadirkan dan membawa berkah, kebahagiaan, ketentraman, keadilan, kasih sayang, cinta dan semua kebaikan yang sinonim dengan kata Rahmat diatas.

Bukankah asal kata "Islam" berasal dari bahasa Arab "Salima" atau "Salam" yang artinya selamat, kedamaian, jadi pastilah sepatutnya sebagai seorang Muslim, kita haruslah menyebarkan keselamatan, kedamaian bagi seluruh manusia, dan tentunya ukhuwah islamiyah bagi sesama umat Muslimin dan Muslimat.

Kalau kepada seluruh mahluk Allah saja kita diajarkan untuk saling mengasihi, tidak menyakiti, apalagi ke sesama Muslimin dan muslimat bukan? 

Ukhuwah Islamiyah & Menyambung Silaturrahmi

Secara Bahasa Ukhuwah Islamiyah berarti Persaudaraan Islam. Dengan berukhuwah akan timbul sikap saling menolong,saling pengertian dan tidak menzhalimi harta maupun kehormatan orang lain yang semua itu muncul karena Allaah semata.
QS al-Hujurat [49]: 10

  إِنَّمَا الْمًؤْمِنُوْنَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوْا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ  وَاتَّقُوْا اللهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُوْنَ

“Sesungguhnya orang-orang Mukmin adalah bersaudara. Karena itu, damaikanlah kedua saudara kalian,  dan bertakwalah kalian  kepada Allah supaya kalian  mendapatkan rahmat.”

QS an-Nisa [4]: 1 
 وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ  إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا 
 "..........Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.”
 
Memang agama Islam Rahmatan Lil Alamin, bagi seluruh Manusia dan Mahluk Allah dibumi lainnya, namun bagi Muslim maka rahmat yang akan diperoleh nya mencakup dunia dan akhirat, tapi untuk memperoleh Rahmat tersebut (terutama yg diakhirat tentunya) bukankah jelas sudah dinyatakan pada ayat diatas bahwa kita harus berdamai sesama muslim dan menjaga ketaqwaan kita. Jadi dua-duanya bersinergi, kalau mau jadi orang bertaqwa, ya pastilah diri kita harus memiliki sikap ikhsan  dan berdamai (sebaiknya mencintai) kepada sesama muslimin dan muslimat.

QS. Ali Imran [3]: 103



واَعْتصِمُواْ بِحَبْلِ الله جَمِيْعًا وَلاَ تَفَـرَّقوُا وَاذْ كـُرُو نِعْمَتَ الله عَلَيْكُمْ إٍذْكُنْتُمْ أَعْـدَاءً  فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلـُوبِكُمْ  فَأَصْبَحْتُمْ بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا


“Dan berpegang teguhlah kamu sekalian dengan tali Allaah dan janganlah kamu sekalian berpecah belah, dan ingatlah nikmat Allah atas kamu semua ketika kamu bermusuh-musuhan maka Dia (Allah) menjinakkan antara hati-hati kamu  maka kamu menjadi bersaudara.”
bukankah dalam ayat diatas Allah sudah memerintahkan kita agar berpegang teguh kepada tali Allah (Islam) dan Jangan terpecah belah? bukankah Allah juga yang mencontohkan kepada kita untuk menjinakkan hati kita masing-masing (menekan ego, menghapus rasa 'aku' selalu benar,apalagi merasa suci dan orang lain salah/ tidak suci) ? Namun kenapa sekarang benyak sekarang sesama muslim saling kafir mengkafirkan, saling merasa islam mereka benar sendiri dan islam nya org lain/ kelompok lain salah?
Bukankah Rasulullah SAW bersabda,


لاَ تَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ حَتَّى تُؤْمِنُوا وَلاَ تُؤْمِنُوا حَتَّى تَحَابُّوا
“Kalian tidak masuk surga hingga kalian beriman dan belum sempurna keimanan kalian hingga  kalian saling mencintai...” (HR. Muslim).
إِنَّ الْمُؤْمِنُ لِلْمُؤْمِنِ كَالْبُنْيَانِ يَشُدُّ بَعْضُهُ بَعْضًا
“Sesungguhnya perumpaan seorang mukmin dengan mukmin lainnya laksana bangunan kokoh, yang saling menguatkan satu dengan lainnya.” (HR. Bukhari dan Muslim).


الْمُؤْمِنُ لِلْمُؤْمِنِ كَالْبُنْيَانِ يَشُدُّ بَعْضُهُ بَعْضًا
“Mukmin dengan Mukmin lainnya bagaikan satu bangunan, sebagian menguatkan sebagian lainnya.” (HR. Bukhari, At-Tirmidzi, An-Nasa’i dan Ahmad).
Ketiga Hadist Rasulullah diatas jelas menyatakan pentingnya ukhuwah islamiyah dan rasa saling mencintai. , Mau masuk surga? ya harus saling mencintai terutama sesama muslim (saudara kita)
Mau Islam yang kokoh dan kuat ? ya mesti bersatu, saling melengkapi, kalau ter 'pecah-pecah' pasti akan roboh

Jangan Gegabah Dan Saling Kafir-Mengkafirkan Sesama Muslim

         
QS. an-Nahl ayat 90

 إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ

"Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku 'adil dan berbuat kebajikan, memberi bantuan kepada kerabat, dan Dia melarang (melakukan) perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.

Jelas sudah pada surah diatas, Allah melarang perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan, lalu kenapa masih bermusuhan (apalagi saling meng-kafir kafirkan) ???
          
 Tentunya kita semua sepakat bahwasannya kitatidak memiliki pengetahuan tentang apa saja isi hati manusia lainnya (termasuk juga akidah nya), Hanya Allah SWT lah yang tau apa apa yg di dalam hati hamba-hamba-Nya, maka kita seharusnya sadar bahwa tidak ada seorang pun yang dapat mengatakan pasti apakah orang lain beriman atau tidak. Apakah akidahnya benar atau tidak, apakah ia nanti ahli surga ataukah neraka? Kita selamanya tidak akan pernah tau.
         Tugas meng hisab seseorang , termasuk yang tampak maupun tersembunyi di dalam hatinya, jelas bukan tugas kita, hanya Allah lah satu2 nya yang berhak memberikan hisab, Allah lah satu-satunya berhak me-'label' mahluk-Nya. jadi apabila ada orang yang sibuk melabel, main tebak menebak, bahkan tuding menuding akhlaq seseorang benar atau tidak, seseorang ahli surga atau neraka,....berarti mungkin ia merasa sudah 'maha tau' laksana Allah yang Maha Tau , Naudzubillahi min dzaliq.
         Bukankah manusia tempatnya perbuatan salah bersarang? Seyakin apapun kita akan (misalnya) akidah orang lain, bukankan 99% masih bisa salah, bisa jadi memang seseorang yg kita sebut kafir semula memang kafir, namun bisa jadi pula dia sudah bertobat, taubatnya diterima Allah, dan dia sudah bersih dari dosa? (ingat saja kisah pelacur yg masuk surga karena ke ikhlasannya memberi minum anjing yang hampir mati kehausan di padang pasir, why? karena Allah Maha Tak Terhingga, seberapapun banyak dosa yg dahulu dilakukan si pelacur, dikalikan maghfiroh Allah yg tak terhingga, maka hasilnya adalah tak terhingga kebaikan, bukankah begitu? jadi JANGAN GAMPANG BERASUMSI, bisa jadi kita salah besar).

         Orang yang mudah mengkafirkan sesama muslim (islam) adalah orang yang dangkal ilmu agamanya, apakah ia tidak tau kalau mengkafirkan itu mempunyai konskwensi yang teramat berat dan mengharuskan hukuman dan ancaman yang berat terhadap orang yang dikafirkan??? Diantaranya adalah wajibnya mendapatkan laknat dan kemurkaan, dibatalkan seluruh amalnya, tidak diampuni dosanya, mendapatkan kehinaan dan kebinasaan, kekal dalam api Neraka selama-lamanya, disamping ia harus mencerai istri atau suaminya, berhak dibunuh, tidak mendapat warisan, haram dishalatkan jenazahnya, tidak boleh dikuburkan di pemakaman kaum muslimin dan hukum-hukum lainnya sebagaimana tertera dalam kitab-kitab fiqih ? 
Munculnya saling tuduh kafir, dia syiah, dia wahabi, dia ini, dia itu, adanya pemboman, teror, dan pembunuhan adalah hasil dari mengkafirkan, karena orang kafir menurut mereka halal darah dan hartanya, sehingga islam terkesan sebagai agama teroris yang tidak mengenal kasih sayang. 
 Bukankah tidak seperti itu? Bukankah Rasulullah tidak pernah mengajarkan menyakiti orang lain walaupun kafir? Bukankah Rasulullah penuh kelembutan, santun, berakhlakul karimah? 

QS. At-Taubah : 128

لَقَدْ جَاءكُمْ رَسُولٌ مِّنْ أَنفُسِكُمْ عَزِيزٌعَلَيْهِ مَاعَنِتُّمْ حَرِيصٌ عَلَيْكُم بِالْمُؤْمِنِينَ رَؤُوفٌ رَّحِيمٌ


Sesungguhnya telah datang kepadamu seorang rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin. (QS : 9 : 128).

Bukankah apabila kita mengaku umat Rasulullah, maka kita harus mencontohnya? bukankah Rasulullah suri tauladan kita?
kenapa kita malah saling meng kafir-kafirkan? kenapa kita merasa benar sendiri yang lain salah/kafir?  padahal....Rasulullah, sebagai manusia yang paling Mulia, sebagai Manusia yang ber akhlak paling sempurna  beliau sudah tegas tegas mengingatkan BAHAYA DARI KAFIR-MENGKAFIRKAN:

وَلَعْنُ الْمُؤْمِنِ كَقَتْلِهِ وَمَنْ رَمَى مُؤْمِنًا بِكُفْرٍ فَهُوَ كَقَتْلِهِ

“Dan melaknat seorang mukmin sama dengan membunuhnya, dan menuduh seorang mukmin dengan kekafiran adalah sama dengan membunuhnya.” (HR Bukhari).

أَيُّمَا رَجُلٍ قَالَ لِأَخِيْهِ : يَا كَافِرَ فَقَدْ بَاءَ بِهَا أَحَدُهُمَا إِنْ كَانَ كَمَا قَالَ وَإِلاَّ رَجَعَتْ عَلَيْهِ

“Siapa saja yang berkata kepada saudaranya,” Hai Kafir”. Maka akan terkena salah satunya jika yang vonisnya itu benar, dan jika tidak maka akan kembali kepada (orang yang mengucapkan)nya.” (HR Bukari dan Muslim).

لاَ يَرْمِى رَجُلٌ رَجُلاً بِالْفُسُوْقِ وَلاَ يَرْمِيْهِ بِالْكُفْرِ إِلاَّ ارْتَدَّتْ عَلَيْهِ إِنْ لَمْ يَكُنْ صَاحِبُهُ كَذَلِكَ

“Tidaklah seseorang memvonis orang lain sebagai fasiq atau kafir maka akan kembali kepadanya jika yang divonis tidak demikian.” (HR Bukhari).


Musuh Islam yang sebenarnya adalah YAHUDI, dan Yahudi sedang (berusaha keras) memecah belah kita. Jangan termakan fitnah Yahudi

Di Al Qur’an QS Al -Maidah : 82 disebutkan dengan jelas-jelas musuh ummat yang sebenarnya
 
“Sesungguhnya kamu dapati orang-orang yang paling keras permusuhannya terhadap orang-orang yang beriman ialah orang-orang Yahudi dan orang-orang musyrik......."
“Sesungguhnya kamu dapati orang-orang yang paling keras permusuhannya terhadap orang-orang yang beriman ialah orang-orang yahudi dan orang-orang musyrik…” (QS. Al-Maidah : 82).

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/tyomccullen/fakta-bangsa-yahudi-dalam-alquran_5519a8aa81331199799de0ca
“Sesungguhnya kamu dapati orang-orang yang paling keras permusuhannya terhadap orang-orang yang beriman ialah orang-orang yahudi dan orang-orang musyrik…” (QS. Al-Maidah : 82).

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/tyomccullen/fakta-bangsa-yahudi-dalam-alquran_5519a8aa81331199799de0ca
juga di dalam QS. Al Fatihah, dimana Al Maghdub ditafsirkan sebagai Yahudi dan Adh Dhoolliin ditafsirkan sebagai Nasrani, merekalah yang memerangi ummat Islam, merekalah sejatinya musuh kita. Namun mengapa ummat Islam malah sibuk su’u zhon dan mengkafirkan sesama? Wah si anu kafir musuh Allah. Wah si Anu Syi’ah yg lagi taqiyyah. Al Fatihahnya mau dikemanakan? Nubuwat Nabi tidak akan terjadi kalau ummat Islam suka ribut thd sesama ketimbang melawan Zionis Yahudi:

bukankah Allah bersabda dlm QS Al Baqaroh : 120:

“Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah: “Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang benar)”. Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu. ”  

Memang benar kelompok sesat juga harus kita lawan misalnya Ahmadiyyah dan Islam Liberal yang sudah difatwa sesat oleh Majelis Ulama Indonesia. Meski demikian, jika MUI belum memfatwakan satu kelompok Islam sebagai sesat/kafir, hendaknya kita menahan diri.

Senjata ummat Islam harusnya dikerahkan terlebih dulu ke kafir harbi seperti Yahudi dan Nasrani yang memang terbukti memerangi ummat Islam. Setelah itu, baru yang lainnya. Kita perlu persatuan dan kesatuan untuk menjadi Islam yang besar seperti dahulu, sehingga memiliki taring untuk melawan musuh laten Islam sejati yaitu Yahudi dan Nasrani. Jika tidak, ummat Islam keburu kehabisan darah jika saling bunuh dengan sesama. Sebaliknya Yahudi dan Nasrani tertawa terbahak-bahak menyaksikan kebodohan kita yang dengan mudah dapat mereka pecah belah (ya Yahudi lah sutradara perpecahan Islam sekarang ini).
 

Allah A'lam

Akhir kata,  Saya Memohon Ampun sebesar-besarnya kepada Allah SWT, apabila ternyata tanpa kesengajaan apa-apa yg saya tulis ternyata mengandung khilaf, dan dengan segala kerendahan hati saya juga memohon maaf pada para pembaca, apabila banyak kekurangan dan kata2 tak seharusnya. Tulisan ini saya buat terutama untuk mengingatkan kepada diri saya sendiri, pentingnya menjaga Ukhuwah Islamiyah, semoga bisa menjadi pengingat bagi yang lain juga dan juga mendatangkan berkah buat kita semua.


wabillahi taufiq walhidayah wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

 
Sumber Referensi diantaranya :
http://bumiberpelangi.blogspot.co.id/2012/12/jangan-lupa-islam-itu-rahmatan-lil.html
http://ummahatshaaluha.blogspot.co.id/2012/07/definisi-ukhuwah-islamiyah-dan-dasar.html
https://aslibumiayu.wordpress.com/2014/04/21/jangan-mudah-mengkafirkan-sesama-muslim-resikonya-sangat-berat/
Islam adalah rahmat bagi semesta Alam. Islam diturunkan untuk membawa kebaikan, kedamaian dan keselamatan bagi seluruh penduduk bumi.
Agama Islam diturunkan oleh Allah SWT kepada Muhammad SAW sebagai penyempurna agama-agama sebelumnya. Allah menjelaskan dalam Al Quran, bahwasannya barang siapa yang mencari agama selain Islam, maka sekali-kali tidak akan diterima agama tersebut, sebab segala kesempurnaan agama telah ada pada Islam itu sendiri.
Islam adalah agama yang cinta damai dan memberi kebaikan atas segala permasalahan di muka bumi. Islam memberi solusi, Islam memberi perubahan dan kemuliaan atas kehidupan makhluk di muka bumi.
Inilah yang menjadi alasan mengapa Islam adalah rahmat bagi semesta alam. Beberapa fakta yang menjelaskan bahwa Islam adalah rahmat bagi semesta alam adalah sebagai berikut:
1. Manusia diciptakan oleh Allah dimuka bumi salah satunya adalah sebagai khalifah yang memakmurkan bumi. Melalui pengamalan ajaran agama Islam yang benar maka manusia akan bijaksana dalam mengelola bumi, memanfaatkan bumi serta menjadi pemimpin atas bumi dan segala isinya.
Kesalahan dari tingkah laku manusia dalam mengelola bumi dan alam semesta akan berdampak pada bencana yang disebabkan oleh ulah tangan manusia itu sendiri. Inilah salah satu ajaran dalam Islam yang jarang dipahami oleh ummat Islam itu sendiri.
2. Islam adalah agama yang cinta damai, mengutamakan keadilan yang berujung pada kesejahteraan. Inilah ajaran agama yang telah ditunaikan oleh Rasulullah dan juga pada masa kekhalifahan, sehingga betul-betul terbukti Islam adalah rahmat bagi semesta alam.
3. Islam menjadi solusi atas segala persoalan makhluk di muka bumi. Islam adalah agama yang komprehensif. Mengatur segala macam permasalahan kehidupan.
Tak ada agama yang sangat detail mengurusi semua permasalahan pemeluknya kecuali Islam. Islam menjadi satu-satunya solusi bagi kehidupan. Barang siapa yang memilih Islam sebagai solusi dalam kehidupan mereka, maka mereka orang-orang yang selamat atas segala bahaya dunia dan bahaya akhirat.
Saat ini opini yang muncul justru sebaliknya. Islam adalah rahmat bagi semesta alam tak lagi disadari oleh para pemeluknya. Hal ini disebabkan oleh kelalaian ummat Islam itu sendiri terhadap ajaran agamanya. Banyak orang Islam yang melupakan dan mengingkari agamanya sendiri.
Mereka memilih cara-cara lain dalam hidup sebagai solusi atas permasalahan dalam kehidupan. Akibatnya bukan hanya mereka tak lagi merasakan Islam sebagai rahmat bagi kehidupan mereka, dampak terburuk adalah kecelakaan bagi manusia itu sendiri, baik di dunia maupun di akhirat.
- See more at: http://renunganislami.net/islam-adalah-rahmat-bagi-semesta-alam/#sthash.qKh4YFL3.dpuf
Islam adalah rahmat bagi semesta Alam. Islam diturunkan untuk membawa kebaikan, kedamaian dan keselamatan bagi seluruh penduduk bumi.
Agama Islam diturunkan oleh Allah SWT kepada Muhammad SAW sebagai penyempurna agama-agama sebelumnya. Allah menjelaskan dalam Al Quran, bahwasannya barang siapa yang mencari agama selain Islam, maka sekali-kali tidak akan diterima agama tersebut, sebab segala kesempurnaan agama telah ada pada Islam itu sendiri.
Islam adalah agama yang cinta damai dan memberi kebaikan atas segala permasalahan di muka bumi. Islam memberi solusi, Islam memberi perubahan dan kemuliaan atas kehidupan makhluk di muka bumi.
Inilah yang menjadi alasan mengapa Islam adalah rahmat bagi semesta alam. Beberapa fakta yang menjelaskan bahwa Islam adalah rahmat bagi semesta alam adalah sebagai berikut:
1. Manusia diciptakan oleh Allah dimuka bumi salah satunya adalah sebagai khalifah yang memakmurkan bumi. Melalui pengamalan ajaran agama Islam yang benar maka manusia akan bijaksana dalam mengelola bumi, memanfaatkan bumi serta menjadi pemimpin atas bumi dan segala isinya.
Kesalahan dari tingkah laku manusia dalam mengelola bumi dan alam semesta akan berdampak pada bencana yang disebabkan oleh ulah tangan manusia itu sendiri. Inilah salah satu ajaran dalam Islam yang jarang dipahami oleh ummat Islam itu sendiri.
2. Islam adalah agama yang cinta damai, mengutamakan keadilan yang berujung pada kesejahteraan. Inilah ajaran agama yang telah ditunaikan oleh Rasulullah dan juga pada masa kekhalifahan, sehingga betul-betul terbukti Islam adalah rahmat bagi semesta alam.
3. Islam menjadi solusi atas segala persoalan makhluk di muka bumi. Islam adalah agama yang komprehensif. Mengatur segala macam permasalahan kehidupan.
Tak ada agama yang sangat detail mengurusi semua permasalahan pemeluknya kecuali Islam. Islam menjadi satu-satunya solusi bagi kehidupan. Barang siapa yang memilih Islam sebagai solusi dalam kehidupan mereka, maka mereka orang-orang yang selamat atas segala bahaya dunia dan bahaya akhirat.
Saat ini opini yang muncul justru sebaliknya. Islam adalah rahmat bagi semesta alam tak lagi disadari oleh para pemeluknya. Hal ini disebabkan oleh kelalaian ummat Islam itu sendiri terhadap ajaran agamanya. Banyak orang Islam yang melupakan dan mengingkari agamanya sendiri.
Mereka memilih cara-cara lain dalam hidup sebagai solusi atas permasalahan dalam kehidupan. Akibatnya bukan hanya mereka tak lagi merasakan Islam sebagai rahmat bagi kehidupan mereka, dampak terburuk adalah kecelakaan bagi manusia itu sendiri, baik di dunia maupun di akhirat.
- See more at: http://renunganislami.net/islam-adalah-rahmat-bagi-semesta-alam/#sthash.qKh4YFL3.dpuf

Saturday, November 7, 2015

KENDARAAN SEORANG BIJAK







Kendaraan Seorang Bijak




Matahari di padang pasir terasa membakar. Hanya sesekali angin bertiup, menerbangkan debu-debu yang memerihkan mata. Membuat seorang pemuda kerepotan mengarungi samudera pasir yang membentang luas. Namun, hatinya sedikit tenang. Unta yang di tungganginya masih muda dan kuat. Ia berharap kendaraannya ini sanggup untuk menempuh perjalanan yang jauh. Karena masih ada separuh perjalanan lagi yang harus ditempuh Sang Pemuda.

“Mudah - mudahan aku selamat sampai Makkah," katanya penuh harap. "Dan, segera melihat Baitullah yang selama ini aku rindukan.”

Panggilan rukun Islam kelima itulah yang telah membulatkan tekadnya mengarungi padang pasir yang terik.

Di tengah perjalanan, tiba - tiba Pemuda itu menatap tajam ke arah seseorang yang tengah berjalan sendirian di padang pasir.

'Kenapa orang itu berjalan sendiri di tempat seperti ini ?' tanya pemuda itu dalam hati. Sungguh berbahaya.

Pemuda tersebut menghentikan untanya di dekat orang itu. Ternyata, ia adalah seorang lelaki tua. Berjalan terseok - seok di bawah terik matahari. Lalu, Pemuda itu segera turun dari kendaraannya dan menghampiri.

“Wahai Bapak Tua, Bapak mau pergi ke mana ?” tanyanya ingin tahu.

“In syaa Allah, aku akan ke Baitullah,” jawab orang tua itu dengan tenang.

“Benarkah ?!” Pemuda itu terperanjat. Apa orang tua itu sudah tidak waras ? Ke Baitullah dengan berjalan kaki ?

“Betul Nak, aku akan melaksanakan ibadah haji,” kata orang tua itu meyakinkan.

“Maa sya Allah, Baitullah itu jauh sekali dari sini. Bagaimana kalau Bapak tersesat atau mati kelaparan ? Lagi pula, semua orang yang kesana harus naik kendaraan. Kalau tidak naik unta, bisa naik kuda. Kalau berjalan kaki seperti Bapak, kapan Bapak bisa sampai ke sana ?” Pemuda itu tercenung, merasa takjub dengan Bapak Tua yang ditemuinya.

Ia yang menunggang unta dan membawa perbekalan saja, masih merasa khawatir selama dalam perjalanan yang begitu jauh dan berbahaya. Siapapun tak akan sanggup menempuh perjalanan sejauh itu dengan berjalan kaki. Apa ia tidak salah bicara ? Atau memang orang tua itu sudah terganggu ingatannya ?

“Aku juga berkendaraan,” kata Bapak Tua itu mengejutkan.

Si Pemuda yakin kalau dari kejauhan tadi, ia melihat orang tua itu berjalan sendirian tanpa kendaraan apa pun. Tapi, Bapak Tua itu malah mengatakan dirinya memakai kendaraan.

Orang ini benar-benar sudah tidak waras. Ia merasa memakai kendaraan, padahal aku lihat ia berjalan kaki ... pikir si Pemuda geli.

“Apa Bapak yakin kalau Bapak memakai kendaraan ?” tanya Sang Pemuda itu menahan senyumnya.

“Kau tidak melihat kendaraanku ?” orang tua itu malah mengajukan pertanyaan yang membingungkan. Si Pemuda, kini tak dapat lagi menyembunyikan kegeliannya.

“Kalau begitu, apa kendaraan yang Bapak pakai ?” tanyanya sambil tersenyum.

Orang tua itu termenung beberapa saat. Pandangannya menyapu padang pasir yang luas. Dengan sabar, si Pemuda menunggu jawaban yang akan keluar dari mulut orang tua itu. Akankah ia mampu menjawab pertanyaan tadi ?

“Kalau aku melewati jalan yang mudah, lurus, dan datar, kugunakan kendaraan bernama Syukur. Jika aku melewati jalan yang sulit dan mendaki, kugunakan kendaraan bernama Sabar,” jawab orang tua itu tenang.

Si Pemuda ternganga dan tak berkedip mendengar kata-kata orang tua itu. Tak sabar, pemuda itu ingin segera mendengar kalimat selanjutnya dari lelaki tua tersebut.

“Jika takdir menimpa dan aku tidak sampai ke tujuan, kugunakan kendaraan Ridha. Kalau aku tersesat atau menemui jalan buntu, kugunakan kendaraan Tawakkal. Itulah kendaraanku menuju Baitullah,” kata Bapak Tua itu melanjutkan.

Mendengar kata-kata tersebut, si Pemuda merasa terpesona. Seolah melihat untaian mutiara yang memancar indah. Menyejukkan hati yang sedang gelisah, cemas, dan gundah. Perkataan orang tua itu amat meresap ke dalam jiwa anak muda tersebut.

“Maukah Bapak naik kendaraanku ? Kita dapat pergi ke Baitullah bersama-sama,” ajak si Pemuda dengan sopan. Ia berharap akan mendengarkan untaian-untaian kalimat mutiara yang menyejukkan jiwa dari orang tua itu.

“Terima kasih Nak, Allah sudah menyediakan kendaraan untukku. Aku tak boleh menyia-nyiakannya. Dengan ikut menunggang kendaraanmu, aku akan menjadi orang yang selamanya bergantung kepadamu,” sahut orang tua itu dengan bijak, seraya melanjutkan perjalanannya.

Ternyata, orang tua itu adalah Ibrahim bin Adham, seorang ulama yang terkenal dengan kebijaksanaannya.

Refleksi Hikmah :

Untuk menempuh perjalanan kehidupan yang kita lalui ini. Bukan mobil mewah yang kita butuhkan sebagai kendaraan kita. Bukan pula harta melimpah yang kita butuhkan untuk bekal mengarungi kehidupan ini.

Cukup hati yang lapang, yang dapat menampung segala kemungkinan keadaan. Menyediakan bahan bakar Syukur, Sabar, Ridha dan Tawakkal. Hidup akan terasa lebih indah jika merasa bahagia.



Friday, November 6, 2015

Sepatu yang pas. kisah para Sahabat dan kelebihan masing masing

Seorang lelaki tinggi besar berlari-lari di tengah padang. Siang itu, mentari seakan didekatkan hingga sejengkal. Pasir membara, ranting-ranting menyala dalam tiupan angin yang keras dan panas. Dan lelaki itu masih berlari-lari. Lelaki itu menutupi wajah dari pasir yang beterbangan dengan surbannya, mengejar dan menggiring seekor anak unta.

Di padang gembalaan tak jauh darinya, berdiri sebuah dangau pribadi berjendela. Sang pemilik, ’Utsman ibn ‘Affan, sedang beristirahat sambil melantun Al Quran, dengan menyanding air sejuk dan buah-buahan. Ketika melihat lelaki nan berlari-lari itu dan mengenalnya,

“Masya Allah” ’Utsman berseru, ”Bukankah itu Amirul Mukminin?!”

Ya, lelaki tinggi besar itu adalah ‘Umar ibn Al Khaththab.

”Ya Amirul Mukminin!” teriak ‘Utsman sekuat tenaga dari pintu dangaunya,

“Apa yang kau lakukan tengah angin ganas ini? Masuklah kemari!”

Dinding dangau di samping Utsman berderak keras diterpa angin yang deras.

"Seekor unta zakat terpisah dari kawanannya, Aku takut Allah nanti akan menanyakannya kepadaku kelak. Masuklah kembali kerumahmu Utsman, Aku akan menangkapnya".

“Masuklah kemari!” seru ‘Utsman,“Akan kusuruh pembantuku menangkapnya untukmu!”.

”Tidak!”, balas ‘Umar, “Masuklah ‘Utsman! Masuklah!”

“Demi Allah, hai Amirul Mukminin, kemarilah, Insya Allah unta itu akan kita dapatkan kembali.“

“Tidak, ini tanggung jawabku. Masuklah engkau hai ‘Utsman, anginnya makin keras, badai pasirnya mengganas!”

Angin makin kencang membawa butiran pasir membara. ‘Utsman pun masuk dan menutup pintu dangaunya. Dia bersandar dibaliknya & bergumam,

”Demi Allah, benarlah Dia & RasulNya. Engkau memang bagai Musa. Seorang yang kuat lagi terpercaya.”

‘Umar memang bukan ‘Utsman. Pun juga sebaliknya. Mereka berbeda, dan masing-masing menjadi unik dengan watak khas yang dimiliki.

‘Umar, jagoan yang biasa bergulat di Ukazh, tumbuh di tengah bani Makhzum nan keras & bani Adi nan jantan, kini memimpin kaum mukminin. Sifat-sifat itu –keras, jantan, tegas, tanggungjawab & ringan tangan turun gelanggang – dibawa ‘Umar, menjadi ciri khas kepemimpinannya.

‘Utsman, lelaki pemalu, anak tersayang kabilahnya, datang dari keluarga bani ‘Umayyah yang kaya raya dan terbiasa hidup nyaman sentausa. ’Umar tahu itu. Maka tak dimintanya ‘Utsman ikut turun ke sengatan mentari bersamanya mengejar unta zakat yang melarikan diri. Tidak. Itu bukan kebiasaan ‘Utsman. Rasa malulah yang menjadi akhlaq cantiknya. Kehalusan budi perhiasannya. Kedermawanan yang jadi jiwanya. Andai ‘Utsman jadi menyuruh sahayanya mengejar unta zakat itu; sang budak pasti dibebaskan karena Allah & dibekalinya bertimbun dinar.

Itulah ‘Umar. Dan inilah ‘Utsman. Mereka berbeda.

Bagaimanapun, Anas ibn Malik bersaksi bahwa ‘Utsman berusaha keras meneladani sebagian perilaku mulia ‘Umar sejauh jangkauan dirinya. Hidup sederhana ketika menjabat sebagai Khalifah misalnya.

“Suatu hari aku melihat ‘Utsman berkhutbah di mimbar Nabi ShallaLlaahu ‘Alaihi wa Sallam di Masjid Nabawi,” kata Anas . “Aku menghitung tambalan di surban dan jubah ‘Utsman”, lanjut Anas, “Dan kutemukan tak kurang dari tiga puluh dua jahitan.”

Dalam Dekapan ukhuwah, kita punya ukuran-ukuran yang tak serupa. Kita memiliki latar belakang yang berlainan. Maka tindak utama yang harus kita punya adalah; jangan mengukur orang dengan baju kita sendiri, atau baju milik tokoh lain lagi.

Dalam dekapan ukhuwah setiap manusia tetaplah dirinya. Tak ada yang berhak memaksa sesamanya untuk menjadi sesiapa yang ada dalam angannya.

Dalam dekapan ukhuwah, berilah nasehat tulus pada saudara yang sedang diberi amanah memimpin umat. Tetapi jangan membebani dengan cara membandingkan dia terus-menerus kepada ‘Umar ibn ‘Abdul ‘Aziz.

Dalam dekapan ukhuwah, berilah nasehat pada saudara yang tengah diamanahi kekayaan. Tetapi jangan membebaninya dengan cara menyebut-nyebut selalu kisah berinfaqnya ‘Abdurrahman ibn ‘Auf.

Dalam dekapan ukhuwah, berilah nasehat saudara yang dianugerahi ilmu. Tapi jangan membuatnya merasa berat dengan menuntutnya agar menjadi Zaid ibn Tsabit yang menguasai bahawa Ibrani dalam empat belas hari.

Sungguh tidak bijak menuntut seseorang untuk menjadi orang lain di zaman yang sama, apalagi menggugatnya agar tepat seperti tokoh lain pada masa yang berbeda. ‘Ali ibn Abi Thalib yang pernah diperlakukan begitu, punya jawaban yang telak dan lucu.

“Dulu di zaman khalifah Abu Bakar dan ‘Umar” kata lelaki kepada ‘Ali, “Keadaannya begitu tentram, damai dan penuh berkah. Mengapa di masa kekhalifahanmu, hai Amirul Mukminin, keadaanya begini kacau dan rusak?”

“Sebab,” kata ‘Ali sambil tersenyum, “Pada zaman Abu Bakar dan ‘Umar, rakyatnya seperti aku.
Adapun di zamanku ini, rakyatnya seperti kamu!”

Dalam dekapan ukhuwah, segala kecemerlangan generasi Salaf memang ada untuk kita teladani. Tetapi caranya bukan menuntut orang lain berperilaku seperti halnya Abu Bakar, ‘Umar, “Utsman atau ‘Ali.

Sebagaimana Nabi tidak meminta Sa’d ibn Abi Waqqash melakukan peran Abu Bakar, fahamilah dalam-dalam tiap pribadi. Selebihnya jadikanlah diri kita sebagai orang paling berhak meneladani mereka. Tuntutlah diri untuk berperilaku sebagaimana para salafush shalih dan sesudah itu tak perlu sakit hati jika kawan-kawan lain tak mengikuti.

Sebab teladan yang masih menuntut sesama untuk juga menjadi teladan, akan kehilangan makna keteladanan itu sendiri. Maka jadilah kita teladan yang sunyi dalam dekapan ukhuwah.

Ialah teladan yang memahami bahwa masing-masing hati memiliki kecenderungannya, masing-masing badan memiliki pakaiannya dan masing-masing kaki mempunyai sepatunya. Teladan yang tak bersyarat dan sunyi akan membawa damai. Dalam damai pula keteladannya akan menjadi ikutan sepanjang masa.

Selanjutnya, kita harus belajar untuk menerima bahwa sudut pandang orang lain adalah juga sudut pandang yang absah. Sebagai sesama mukmin, perbedaan dalam hal-hal bukan asasi
tak lagi terpisah sebagai “haq” dan “bathil”. Istilah yang tepat adalah “shawab” dan “khatha”.

Tempaan pengalaman yang tak serupa akan membuatnya lebih berlainan lagi antara satu dengan yang lain.

Seyakin-yakinnya kita dengan apa yang kita pahami, itu tidak seharusnya membuat kita terbutakan dari kebenaran yang lebih bercahaya.

Imam Asy Syafi’i pernah menyatakan hal ini dengan indah. “Pendapatku ini benar,” ujar beliau,”Tetapi mungkin mengandung kesalahan. Adapun pendapat orang lain itu salah, namun bisa jadi mengandung kebenaran.”

Jadi saudaraku....
"Seperti sepatu yang kita pakai, setiap kaki memiliki ukurannya. Memaksakan tapal kecil untuk kaki besar akan menyakiti. Memaksakan sepatu besar untuk tapal kecil akan merepotkan. Kaki kaki yang nyaman dalam sepatunya akan berbaris rapi-rapi

Kisah Umar Bin Khatab




Sabtu, 08 November 2015

Kisah Umar dan Keprihatinannya pada Rakyat Miskin

Pelajaran baik daripada sebuah keteladanan? Terlebih dalam kondisi ketika banyak pemimpin negeri kita yang tak amanah. Namun tak selayaknya kita berputus asa, justru kita wajib berdoa. Semoga Allah kan hadirkan sosok pemimpin teladan seperti sejarah merekam Umar bin Khattab dan kepemimpinan beliau dalam kisah inspirasiberikut...
***
Krisis itu masih melanda Madinah. Korban sudah banyak berjatuhan. Jumlah orang-orang miskin terus bertambah. Khalifah Umar Bin Khatab yang merasa paling bertanggung jawab terhadap musibah itu, memerintahkan menyembelih hewan ternak untuk dibagi-bagikan pada penduduk.

Ketika tiba waktu makan, para petugas memilihkan untuk Umar bagian yang menjadi kegemarannya: punuk dan hati unta. Ini merupakan kegemaran Umar sebelum masuk islam. “Dari mana ini?” Tanya Umar.

“Dari hewan yang baru disembelih hari ini,” jawab mereka.

“Tidak! Tidak!” kata Umar seraya menjauhkan hidangan lezat itu dari hadapannya. “Saya akan menjadi pemimpin paling buruk seandainya saya memakan daging lezat ini dan meninggalkan tulang-tulangnya untuk rakyat.”

Kemudian Umar menuruh salah seorang sahabatnya,” Angkatlah makanan ini, dan ambilkan saya roti dan minyak biasa!” Beberapa saat kemudian, Umar menyantap yang dimintanya.

Kisah yang dipaparkan Khalid Muhammad Khalid dalam bukunya ar-Rijal Haular Rasul itu menggambarkan betapa besar perhatian Umar terhadap rakyatnya. Peristiwa seperti itu bukan hanya terjadi sekali saja. Kisah tentang pertemuan Umar dengan seorang ibu bersama anaknya yang sedang menangis kelaparan, begitu akrab di telinga kita. Ditengah nyenyaknya orang tidur. Ia berkeliling dan masuk sudut-sudut kota Madinah. Ketika bertemu seorang ibu dan anaknya yang sedang kelaparan, Umar sendiri yang pergi mengambil makanan. Ia sendiri juga yang memanggulnya, mengaduknya, memasaknya dan menghidangkannya untuk anak-anak itu.

Keltika kelaparan mencapai puncaknya Umar pernah disuguhi remukan roti yang dicampur samin. Umar memanggil seorang badui dan mengajaknya makan bersama. Umar tidak menyuapkan makanan ke mulutnya sebelum badui itu melakukannya terlebih dahulu. Orang badui sepertinya sangat menikmati makanan itu. “Agaknya Anda tidak pernah merasakan lemak?” Tanya Umar.

“Benar,” kata badui itu. “Saya tidak pernah makan dengan samin atau minyak zaitun. Saya juga sudah lama tidak menyaksikan orang-orang memakannya sampai sekarang,” tambahnya.

Mendengar kata-kata sang badui, Umar bersumpah tidak akan makan lemak sampai semua orang hidup seperti biasa. Ucapannya benar-benar dibuktikan. Kata-katanya diabadikan sampai saat itu, “Kalau rakyatku kelaparan, aku ingin orang pertama yang merasakannya. Kalau rakyatku kekenayangan, aku ingin orang terakhir yang menikmatinya.”

Padahal saat itu Umar bisa saja menggunakan fasilitas Negara. Kekayaan Irak dan Syam sudah berada ditangan kaum Muslimin. Tapi tidak. Umar lebih memilih makan bersama rakyatnya.

Pada kesempatan lain, Umar menerima hadiah makanan lezat dari Gubernur Azerbeijan, Utbah bin Farqad. Namun begitu mengetahui makanan itu biasanya disajikan untuk kalangan elit, Umar segera mengembalikannya. Kepada utusan yang mengantarkannya Umar berpesan, “Kenyangkanlah lebih dulu rakyat dengan makanan yang biasa Anda makan.”

Sikap seperti itu tak hanya dimiliki Umar bin Khattab. Ketika mendengar dari Aisyah bahwa Madinah tengah dilanda kelaparan. Abdurrahman bin Auf yang baru pulang dari berniaga segera membagikan hartanya pada masyarakat yang sedang menderita. Semua hartanya dibagikan.

Ironisnya, sikap ini justru amat jauh dari para pejabat sekarang. Penderitaan demi penderitaan yang terus melanda bangsa ini, tak meyadarkan mereka. Naiknya harga kebutuhan pokok sebelum harga BBM naik dan meningkatnya jumlah orang-orang miskin, tak menggugah hati mereka. Bahkan, perilaku boros mereka kian marak.

Anggota Dewan yang ditunjuk rakyat sebagai wakil, justru banyak yang berleha-leha. Santai dan mencari aman. Pada saat yang sama, para pejabat yang juga dipilih langsung, tak pernah memikirkan rakyat. Yang ada dalam benak mereka , bagaimana bisa aman selama lima tahun ke depan.

Mereka yang dulu vocal mengkritik para pejabat korup dan zalim, justru kini diam. Ia takut kalau kursi yang saat ini didudukinya lepas. Sungguh jauh beda dengan Abu Dzar al-Ghifari, seorang sahabat Rasulullah saw. Ketika suatu saat dia cukup pedas mengkritik para pejabat di Madinah, Ustman bn Affan memindahkannya ke Syam agar tak muncul konflik. Namun, ditempat inipun ia melakukan kritik tajam pada Muawiyah bin Abu Sufyan agar menyantuni fakir miskin.

Muawiyah pernah mengujinya dengan mengirimkan uang. Namun ketika esok harinya uang itu ingin diambilnya kembali, ternyata Abu Dzar telah membagikannya pada fakir miskin.

Sesungguhnya, negeri kita ini tidak miskin. Negari kita kaya. Bahkan teramat kaya. Tapi karena tidak dikelola dengan baik, kita menjadi miskin. Negeri kita kaya, tapi karena kekayaan itu hanya berada pada orang-orang tertentu saja, rakyat menjadi miskin. Kekayaan dimonopoli oleh para pejabat, anggota parlemen dan para pengusaha tamak.

Di tengah suara rintihan para pengemis dan orang-orang terlantar, kita menyaksikan para pejabat dan orang-orang berduit dengan ayik melancong ke berbagai negari. Mereka seolah tanpa dosa menghambur-hamburkan uang dengan membeli barang serba mewah.

Ditengah gubuk-gubuk reot penuh tambalan kardus bekas, kita menyaksikan gedung-gedung menjulang langit. Diantara maraknya tengadah tangan-tangan pengemis, mobil-mobil mewah dengan santainya berseleweran. Pemandangan kontras yang selalu memenuhi hari-hari kita.

Dimasa Umar bin Abdul azis, umat islam pernah mengalami kejayaan. Kala itu sulit mencari mustahiq (penerima) zakat. Mereka merasa sudah mampu, bahkan harus mengeluarkan zakat. Mereka tidak terlalu kaya. Tapi, kekayaan dimasa itu tidak berkumpul pada orang-orang tertentu saja.

Disinilah peran zakat, infak dan shadaqah. Tak hanya untuk ‘membersihkan’ harta si kaya, tapi juga menuntaskan kemiskinan.

Jika ini tidak kita lakukan, kita belum menjadi mukmin sejati. Sebab, seorang Mukmin tentu takkan membiarkan tetanggana kelaparan. Rasulullah saw bersabda, “Tidak beriman seseorang yang dirinya kenyang, sementara tetangganya kelaparan.” (HR. Muslim)

(Majalah Sabili no 7 Th XIII Judul Asli : "Prihatin pada Rakyat Miskin")
diambil dari http://myquran.org/forum/index.php/topic,54692.msg1660153.html#msg1660153
Direpost dalam http://www.kisahinspirasi.com